a a a a a a a a a
Jadi PahamJadi Paham
Jadi PahamLogo Header  Footer
Pusat Informasi Hukum Keluarga
Sekilas tentang <br>Jadi Paham ?
Tentang Kami

Sekilas tentang
Jadi Paham ?

JadiPaham sebagai spesialis Hukum Keluarga memberikan layanan yang akan membantu memberikan solusi seperti Hukum Perkawinan, Hukum kewarisan, Harta Bersama, Hak Asuh Anak dan lain sebagainya.
Lihat Selengkapnya
jasa pengacara perceraian jakarta
Mengapa Harus Kami
Kami sebagai spesialis Hukum Keluarga akan memberikan pelayanan hukum yang tepat, akurat serta efektif sesuai dengan kebutuhan hukum dan mengikuti aturan atau norma yang berlaku di masyarakat.
Menyediakan Informasi Hukum Keluarga
Kami berkomitmen akan memberikan informasi mengenai hukum keluarga untuk menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi secara relevan, mudah dipahami agar terpenuhinya kebutuhan hukum bagi para pencari keadilan.
Layanan Hukum
PerceraianPerceraian
Harta BersamaHarta Bersama
Pemeliharan Anak dan Nafkah AnakPemeliharan Anak dan Nafkah Anak
Penepatan Ahli Waris Fatwa WarisPenepatan Ahli Waris (Fatwa Waris)
Gugat WarisGugat Waris
Itsbat Nikah Pengesahan PerkawinanItsbat Nikah (Pengesahan Perkawinan)
Asal Usul AnakAsal Usul Anak
Pembatalan PerkawinanPembatalan Perkawinan
Dispensasi Nikah Dispensasi Nikah
PerwalianPerwalian
Upaya HukumUpaya Hukum
Wali Hakim dan Wali Adhol

JASA PENGACARA PERCERAIAN JAKARTA

JadiPahamhukum JASA PENGACARA PERCERAIAN JAKARTA hadir sebagai penyedia bantuan hukum yang handal bagi siapa saja yang mencari keadilan di Hukum Keluarga seperti Perkawinan, kewarisan dan lain sebagainya. Didukung tenaga ahli yang profesional serta sumber daya manusia yang berpengalaman lebih dari 20 tahun dibidangnya, Kami mempertahankan komitmen untuk memberikan informasi dan solusi terbaik bagi anda yang mencari keadilan dalam Hukum Keluarga.
Butuh bantuan pengacara perceraian, hubungi kami di nomor
085280637015
atau

FAQ

Frequently Asked Question
Hal hal yang harus diperhatikan
1. Tidak ada sengketa antara ahli waris
2. Membuat permohonan penetapan ahli waris yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
3. Mendaftarkan permohonan penetapan ahli waris
4. Panggilan sidang dikirim oleh jurusita Pengadilan
5. Proses persidangan
6. Semua ahli waris wajib datang pada saat sidang
7. Siapkan dokumen dokumen asli dan copy legalisir
Hal hal penting yang harus diperhatikan jika ingin mendapatkan Hak Asuh Anak

• Usia anak dibawah 12 tahun (lebih dari 12 tahun bisa memilih Ayah atau Ibu)
• JIka usia anak dibawah 12 tahun hak asuh anak jatuh ke ibunya (KHI Pasal 105 ayat 1)
• Tidak lepas tanggung jawab dan dilihat dari kedekatan anak tersebut dengan ayah atau ibunya
• Baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut jika tinggal Bersama ayah atau ibunya
• Mut’ah atau hadiah dari bekas suaminya
• Nafkah Iddah selama 3 (tiga) Bulan
• Nafkah terutang atau nafkah lampau jika suami tidak memberikan nafkah selama perkawinan
• Biaya hadhonah atau biaya pemeliharaan anak anaknya
• Hak terhadap harta Bersama
• KTP penggugat/Pemohon
• Kutipan Akta Nikah
• Kartu Keluarga
• Akta Kelahiran Anak
Proses perceraian di pengadilan :
- Mengajukan gugatan tertulis atau lisan kepada pengadilan
- Gugatan tersebut akan di periksa Pengadilan selambat lambatnya 30 hari
- Pemanggilan para pihak (Penggugat dan Tergugat) oleh jurusita Pengadilan
- Proses persidangan
Mediasi
Pemanggilan para saksi dari pihak penggugat/tergugat
Kesimpulan
Putusan
Konsultasi Gratis
Anda Punya Pertanyaan?
Konsultasikan ke kami sekarang secara gratis

Artikel

Artikel Terbaru
Isbat Nikah Pengertian Syarat dan Prosedur Lengkapnya
May 31, 2025
Lihat Selengkapnya
Isbat Nikah Pengertian Syarat dan Prosedur Lengkapnya
May 31, 2025
Isbat Nikah: Pengertian, Syarat, dan Prosedur Lengkapnya

isbat nikah


Isbat nikah adalah salah satu proses yang penting dilakukan pasangan suami istri agar mendapatkan legalitas bagi pernikahan mereka. Karena seperti yang Anda ketahui, ada banyak faktor yang bisa membuat pernikahan tidak tercatat. 


Misalnya, karena kurang pemahaman calon mempelai, keterbatasan ekonomi, maupun faktor lain. Pasangan melakukan nikah siri terlebih dahulu yang mana pernikahan ini memang sah secara agama. 


Akan tetapi, menurut hukum pernikahan tersebut belum tercatat dan bisa memberi dampak signifikan terhadap hak pasangan dan anak. Inilah yang kemudian membuat isbat nikah menjadi perkara yang begitu penting. 


Pengertian Isbat Nikah 


Pada dasarnya, isbat nikah adalah sebuah proses pengesahan sebuah perkawinan yang sebelumnya hanya berlangsung menurut syariat agama (siri). Dalam prakteknya, pernikahan tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). 


Dalam artian pernikahan siri hanya sah secara agama, tapi tidak dengan hukum. Setelah menikah, pasangan tidak memiliki Akta Nikah sehingga legalitas perkawinan pun tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali. 


Tanpa legalitas dan kekuatan hukum, hak-hak pasangan dan anak bisa hilang serta tidak memiliki perlindungan sama sekali. Hal ini merujuk pada Undang-undang Perkawinan dan KHI. 


Syarat Isbat Nikah


Bagi pasangan yang ingin mengajukan permohonan isbat nikah, maka terlebih dahulu harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan isbat nikah adalah: 




  • Surat pengantar yang berasal dari kelurahan atau desa




  • Fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) pihak pemohon yang aktif. Pada fotokopi tersebut juga harus terdapat materai 10.000 dan cap pos 1 lembar 




  • Surat penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA) 




  • Surat permohonan isbat nikah sejumlah 7 rangkap. Surat ini harus ditulis dengan menggunakan A4. Apabila yang mengajukan adalah seorang anak, maka saudara kandung, ayah atau ibu adalah pihak yang menjadi termohon 




  • CD yang berisi softcopy permohonan isbat nikah sebanyak 1 buah 




  • Surat persaksian yang harus ditandatangani oleh 2 orang saksi nikah. Dalam surat tersebut juga harus ada materai 10.000 dan pengakuan dari kepala desa setempat




  • Bukti pembayaran panjar biaya perkara. 




Prosedur Isbat Nikah 


Sebenarnya prosedur isbat nikah tidak terlalu panjang dan rumit. Hanya saja, memang ada beberapa tahapan yang tidak boleh terlewat dan syaratnya harus lengkap. Berikut adalah prosedur tersebut:


1. Datang dan Mendaftar ke Kantor Pengadilan 


Pertama, Anda atau pemohon bisa langsung mendatangi kantor Pengadilan Agama di daerah tempat tinggal. Kemudian, Anda harus membuat surat permohonan isbat nikah yang bisa Anda buat sendiri. 


Jika tidak bisa pun tidak usah khawatir, karena ada Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang biasanya sudah ada di pengadilan setempat. Anda bisa meminta bantuan secara langsung ke Posbakum tersebut 


Fotokopi formulir permohonan isbat nikah sejumlah 5 rangkap. Lengkapi formulir tersebut dengan data yang valid dan bubuhkan tanda tangan di formulir tersebut. Serahkan 4 rangkap ke petugas pengadilan dan simpan sisa 1 formulir 


Lampirkan semua persyaratan surat seperti surat keterangan dari KUA yang menyatakan bahwa memang pernikahan belum tercatat secara sah. 


2. Membayar Panjar Biaya Perkara 


Prosedur selanjutnya dari isbat nikah adalah membayar panjar biaya perkara. Setelah menyerahkan panjar, maka minta bukti pembayaran tersebut agar nanti Anda bisa meminta sisa panjar biaya perkara. 


Besarnya biaya isbat nikah sendiri sebenarnya sangat bervariasi di setiap kota ataupun kabupaten. Sebab, penetapan biaya tersebut tergantung dari Surat Keputusan dari setiap Pengadilan Agama. 


Jadi, bisa saja kota A memiliki biaya isbat yang berbeda dengan kota B. Sebagai contoh, biaya isbat di Magelang berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Agama Magelang adalah sebesar Rp475.000. 


Sebagai catatan tambahan, jangan khawatir jika tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar panjar biaya perkara. Pasalnya, Anda bisa mengajukan permohonan Prodeo atau berperkara secara cuma-cuma (gratis). 


Dengan fasilitas Prodeo, berbagai biaya yang berkaitan dengan permohonan isbat pernikahan akan menjadi tanggungan pihak Pengadilan Agama. 


3. Menunggu Panggilan Sidang 


Setelah membayar dan menyerahkan berbagai persyaratan ke petugas pengadilan, maka Anda hanya tinggal menunggu panggilan sidang. Nantinya pengadilan akan mengirimkan surat panggilan ke pemohon dan termohon. 


Surat tersebut akan pengadilan kirimkan ke alamat yang tertera di surat permohonan. Baru setelah mendapatkan surat tersebut, Anda bisa mengikuti proses persidangan sesuai jadwal dan waktu yang sudah pengadilan informasikan. 


4. Menghadiri Persidangan 


Ketika menghadiri persidangan, maka pastikan Anda datang tepat waktu sesuai jadwal. Di sidang pertama, Anda harus membawa dokumen penting seperti Surat Panggilan Persidangan dan 1 rangkap formulir yang sebelumnya sudah Anda isi. 


Umumnya pada sidang pertama, hakim persidangan akan menanyakan informasi identitas pihak pemohon dan termohon, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas lainnya. 


Dalam beberapa kasus, hakim pun bisa melakukan pemeriksaan isi permohonan isbat nikah. Baru di sidang kedua dan selanjutnya, proses persidangan akan berlanjut dan Anda harus membawa dokumen serta bukti yang hakim minta. 


Selain itu, biasanya hakim akan meminta pihak pemohon untuk menghadirkan saksi-saksi nikah. Lalu, berapa kali sidang isbat nikah berlangsung? Jawabannya bisa 1 sampai 3 kali persidangan.


Ini bisa berbeda-beda tergantung dari kasus dan kondisi dari pasangan tersebut. Nantinya, jadwal sidang kedua atau selanjutnya biasanya akan hakim umumkan kepada pemohon yang hadir pada sidang pertama. 


5. Pengadilan Memutuskan Perkara 


Langkah terakhir adalah tahap pemutusan perkara pengadilan. Apabila permohonan isbat nikah dikabulkan oleh hakim, maka Pengadilan Agama akan mengeluarkan putusan isbat nikah. 


Salinan putusan isbat nikah tersebut nantinya bisa Anda ambil dalam waktu 14 hari sejak hasil sidang terakhir. Anda bisa mengambilnya sendiri ke kantor Pengadilan Agama atau bisa mewakilkannya ke orang lain. 


Baru setelah mendapatkan surat putusan isbat, Anda bisa menuju ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mencatat pernikahan secara resmi. Tentu dengan menunjukkan hasil keputusan dari Pengadilan Agama. 


Barulah kemudian KUA bisa memproses penerbitan buku nikah setelah isbat nikah selesai. Dengan melewati berbagai prosedur tersebut, pasangan suami istri yang sebelumnya nikah siri, akan mendapatkan status hukum nikah yang sah. 


Selain itu, pasangan suami istri juga akan mendapatkan hak-hak keperdataan yang legal di hadapan hukum. Hal yang termasuk dalam perkara ini misalnya adalah hak waris dan pengakuan anak. 


Adanya buku nikah pun bisa menjadi dasar untuk mengganti status perkawinan yang ada di Kartu Keluarga (KK). Sebelumnya, pasangan yang hanya nikah siri biasanya hanya tercatat sebagai “Kawin Belum Tercatat”. 


Akan tetapi, setelah mendapatkan buku nikah, status tersebut bisa berubah menjadi “Kawin Tercatat”. Apabila sudah mendapatkan status tersebut, seluruh hak-hak pasangan dan anak bisa menjadi jelas secara hukum negara. 


Dari informasi ini, bisa Anda pahami bahwa isbat nikah adalah suatu proses yang penting bagi pasangan suami istri untuk mendapatkan status perkawinan yang sah. Memang menjalankan pernikahan siri sudah sah secara agama. 


Akan tetapi, pernikahan tersebut tetap tidak tercatat di hadapan hukum negara. Oleh karena itulah, perlu proses isbat nikah supaya pasangan suami istri bisa memperoleh pengakuan atas perkawinan mereka dan menerbitkan buku nikah.

Menilik Ketentuan Hukum Harta Gono Gini dan Pembagiannya
May 31, 2025
Menilik Ketentuan Hukum Harta Gono Gini dan Pembagiannya
Kasus sengketa harta gono gini kerap menghiasi pemberitaan, terutama yang melibatkan tokoh masyarakat. Baik itu pejabat publik hingga selebritas, tak sedikit yang terlibat perseteruan panjang soal pembagian harta setelah perceraian.
Masalah yang membuatnya panjang bisa berupa kekayaan milik masing-masing suami dan istri sebelum pernikahan. Bisa juga karena ketika salah satu pasangan yang bekerja, maka merasa berhak mendapat bagian lebih.
Selain penyebab tersebut, masih banyak alasan yang membuat persoalan ini begitu rumit dan berlarut-larut. Untuk memahaminya, mari kita telusuri bersama menurut hukum perdata dan hukum Islam di Indonesia.
Sekilas Tentang Apa Itu Harta Gono Gini
Menurut KBBI, gana-gini yang merupakan sebutan dari gono gini dalam pembagian harta, adalah harta yang terkumpul selama menjalani rumah tangga. Harta tersebutlah yang menjadi hak suami serta istri berdua.
Sedangkan, dalam Pasal 35 UU Perkawinan, tidak ada penjelasan secara eksplisit tentang gono gini, melainkan menggunakan istilah harta bersama.
Dalam UU tersebut, apabila terjadi putus perkawinan, harta bersama akan diatur sesuai hukumnya masing-masing. Hukum yang jadi acuan adalah hukum agama, hukum adat, maupun hukum lainnya.
Dalam praktiknya, harta bersama pembagiannya mengacu pada hukum perdata dan hukum Islam. Yang mana hukum akan digunakan, tergantung dengan kepercayaan dari suami dan istri.
Memahami Harta Gono Gini dalam Hukum Perdata
Pembagian harta bersama pasca perceraian memang cukup rumit, karena masih banyak yang salah paham dengan konteks harta suami istri. Lebih mudah pembagiannya jika sebelum menikah, pasangan melakukan perjanjian pra nikah.
Dalam perjanjian tersebut biasanya tertulis masalah pembagian harta apabila pasangan melangsungkan perceraian. Dalam hukum perdata, mengajukan pembagian harta ini tidak bisa sekaligus ketika mengajukan gugatan cerai.
Masing-masing gugatan berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 913 K/Sip/1982, yang menyatakan ‘Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan harta benda perkawinan’.
Untuk mengetahui apakah warisan termasuk harta gono-gini dan seperti apa pembagiannya, maka harus merujuk pada UU Perkawinan. Dalam UU ini ada dua jenis harta yang berbeda:
1. Harta Bersama
Yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta yang didapatkan selama perkawinan berlangsung. Harta inilah yang terkenal dengan istilah harta gono gini.
2. Harta Bawaan
Merupakan harta yang dimiliki sebelum melangsungkan pernikahan atau harta pribadi. Misalnya, uang yang terkumpul sebelum menikah, warisan, atau hadiah.
Merujuk dari penjelasan ini, maka sangat jelas bahwa harta bersama pembagiannya adalah setelah melakukan perceraian. Jika suami istri mendapatkan warisan sebelum pernikahan maka tidak akan ikuti dalam gono gini.
Pembagian Harta Bersama sesuai Hukum Perdata
Lalu, bagaimana dengan pembagiannya? Meskipun harta gono-gini atas nama istri maupun suami, pembagiannya tetaplah sama rata. Hal ini merujuk pada Pasal 97 UU Perkawinan dan Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 yang berisi:
‘Sejak berlakunya UU Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri’.
Ada dua cara untuk bisa membagi harta bersama usai bercerai. Pertama adalah menghadap notaris untuk membuat Akta Pembagian Harta Bersama.
Cara pertama ini akan lebih mudah jika keduanya telah memiliki perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan sebelumnya. Pembagian harta bersama akan lebih cepat dan mudah.
Kedua, salah satu pihak mengajukan gugatan pembagian harta bersama ke Pengadilan Negeri. Pengajuannya bisa ke Pengadilan Negeri sesuai alamat tinggal tergugat.
Ketentuan Harta Gono-Gini dalam Islam
Dalam perspektif hukum Islam, pengertian harta gono gini hingga pembagiannya tidak jauh berbeda dengan hukum perdata. Ada tiga jenis harta dalam perkawinan yang terbagi menjadi:
1. Harta Bawaan
Harta ini merupakan harta milik suami atau istri sebelum melakukan pernikahan. Asalnya bisa berupa warisan, hibah, atau usaha sendiri-sendiri.
2. Harta Masing-masing
Setelah perkawinan, suami istri mungkin saja memiliki harta dari wasiat, warisan, hibah, yang bukan dari usaha mereka.
3. Harta Pencaharian
Merupakan harta yang asalnya dari upaya kerja dari suami maupun istri, atau bekerja bersama berdua. Misalnya, suami yang memberi nafkah dan istri menabung, itu merupakan harta pencaharian.
Setelah mengenali arti jenis harta dalam setiap pernikahan, maka akan lebih mudah untuk menjelaskan bagaimana pembagiannya. Dengan begitu, dapat meminimalisir masalah sengketa hingga ke pengadilan.
Pembagian Harta Pasca Perceraian dalam Islam
Masih banyak yang belum tahu seperti apa ketentuan pembagian harta gono-gini dalam Islam. Pembagiannya sendiri mengacu pada Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Dalam hukum tersebut dijelaskan, ketika perkawinan putus karena perceraian atau kematian, maka suami atau istri akan mendapat setengah dari harta masing-masing dan harta pencaharian.
Selain merujuk ketentuan hukum tersebut, dalam Islam pembagian juga bisa berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Dengan musyawarah, harapannya masing-masing pihak mencapai kesepakatan dan juga kerelaan.
Cara musyawarah ini bahkan lebih baik dan juga sah, sehingga tidak perlu sampai menunggu putusan pengadilan agama. Baik itu kesepakatan mendapat setengah-setengah bagian maupun ketentuan tertentu.
Bagaimana Pembagian Harta Gono-Gini jika Istri Menggugat Cerai?
Tidak sedikit yang bertanya-tanya tentang harta gono-gini ketika istri yang menggugat cerai suaminya. Sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan, istri akan tetap mendapatkan harta bersama selama pernikahan yang jumlahnya setengah.
Kecuali, jika istri dan suami telah melakukan perjanjian perkawinan yang mengatur pembagian harta bersama. Maka, pembagiannya akan mengacu pada isi perjanjian perkawinan tersebut.
Hal yang sama juga berlaku dalam hukum Islam, istri akan tetap mendapatkan harta gono gini. Selain itu, istri juga akan mendapatkan hak berupa:
1. Nafkah Madhiyah
Istri bisa mengajukan nafkah madhiyah, yaitu nafkah yang tidak ditunaikan suami pada masa lalu. Tuntutan ini akan berlaku ketika suami mengajukan cerai talak dengan gugatan rekonvensi.
2. Nafkah Iddah
Ketika masa iddah, atau waktu tunggu proses perceraian, istri juga akan mendapatkan nafkah iddah.
3. Nafkah Mut'ah
Mantan suami juga perlu memberikan nafkah mut'ah ketika baru saja bercerai. Nafkah ini bertujuan untuk menghilangkan pilu mantan istri karena perceraian.
Namun, jika istri yang mengajukan gugatan, biasanya nafkah mut'ah kerap kali dianggap tidak berlaku.
4. Nafkah Anak
Merupakan bentuk kewajiban ayah kepada anaknya, yaitu memberikan nafkah sampai anak berusia dewasa dan siap mengurus hidupnya sendiri. Nafkah anak ini juga kerap menjadi salah satu tuntutan perceraian.
Bahkan, meskipun istri yang menggugat cerai, biasanya terdapat tuntutan nafkah anak dan besaran nominalnya.
Perceraian adalah hal yang bisa terjadi kepada siapa saja, dan harta gono gini kerap menjadi permasalahan pelik setelahnya. Cara terbaik untuk mendapatkan pembagian yang adil bisa mulai dari musyawarah.
Namun, jika musyawarah tidak kunjung mencapai kesepakatan, mengajukan pembagian melalui pengadilan bisa menjadi solusi. Karena, pembagian berdasarkan putusan pengadilan akan membagi harta bersama sama rata.
Pembagian Harta Warisan Menurut Adat Perdata dan Syariat
May 20, 2025
Pembagian Harta Warisan Menurut Adat, Perdata dan Syariat
Pembagian harta warisan sering kali menjadi topik yang sensitif dan hal ini kerap memicu pertikaian antar anggota keluarga. Ketika ada pihak merasa pembagiannya tidak adil, tuntutan pun muncul hingga akhirnya merusak keharmonisan. 

Menghindari pertikaian yang bisa saja terjadi dalam keluarga Anda, maka sangat penting untuk mengetahui soal pembagian warisan ini dari segi hukum. Di Indonesia, pembagian warisan mengacu pada tiga hukum, yaitu adat, perdata dan Islam. 

Lantas, bagaimana sebenarnya pembagian warisan ini dari perspektif hukum adat, negara dan syariat? Untuk lebih memahaminya, Anda bisa simak dulu pembahasan lengkapnya ini. 

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat

Karena Indonesia memiliki banyak suku, jadi wajar jika pembagian warisan pun bisa mengikuti hukum adat. Pembagiannya menganut sistem kekerabatan, yaitu pola dari hubungan keluarga. 

Ada tiga golongan dari sistem kekerabatan yang menjadi acuan pembagian warisan, yaitu:

1. Patrilineal

Hukum adat patrilineal banyak diterapkan di daerah Lampung, NTT, Nias, dan sekitarnya. Pembagiannya berasal dari garis pihak Bapak, karena adatnya, pria lebih menonjol dari perempuan. 

Itu artinya, jika orang tua meninggal dunia, maka ahli warisnya adalah anak laki-laki, baik itu sulung atau bukan. 

2. Matrilineal

Kebalikan dari patrilineal, dalam sistem matrilineal justri pihak ibu yang menjadi acuannya. Pewaris perempuan akan menonjol daripada pria, dan sistem ini berlaku untuk daerah Minangkabau, Kerinci, Enggano, serta Timur. 

Contoh pembagian harta warisan matrilineal, misalnya orang tua meninggal, maka anak perempuan biasanya yang menjadi pewaris. 

3. Parental

Khusus untuk daerah Sumatera Selatan, Riau, Sumatera bagian Timur, dan sekitarnya, pembagian harta warisan akan mempertimbangkan pihak bapak dan ibu. Berarti, baik anak perempuan dan laki-laki bisa mendapatkan warisan yang sama rata.

Dalam asas hukum waris adat, ada beberapa yang menjadi prinsip dan bahan pertimbangan penting. Pertama, pewarisan juga bisa dilakukan ke atas atau ke samping, seperti ke nenek atau saudara.

Kedua, pembagian harta warisan tidak selalu langsung, tapi bisa mendapat penangguhan karena sebab tertentu. Ketiga, bukan hanya anak kandung saja yang bisa mendapat warisan, tetapi juga anak angkat atau adopsi. 

Pembagian Warisan Menurut Hukum Perdata 

Bagi masyarakat Indonesia yang bukan pemeluk agama Islam, biasanya pembagian harta warisan akan mengacu pada hukum negara atau perdata. Hukumnya sendiri berdasarkan Burgerlijk Wetboek yang berlaku sejak 1848, saat masa kolonial. 

Pembagian warisan menurut hukum perdata memiliki ciri utama yaitu tidak membedakan waris perempuan maupun laki-laki. Jadi, jika ahli warisnya adalah anak laki-laki dan perempuan, maka keduanya bernilai setara. 

Selain itu, ahli waris merupakan orang terdekat dari pewaris, seperti anak kandung sedarah atau karena perkawinan. Karena aturan ini, maka pembagiannya biasanya lebih mudah, dan apabila terjadi sengketa penyelesaiannya melalui pengadilan. 

Ahli waris akan mendapat warisan secara pribadi, bukan berkelompok dan namanya disebutkan dalam wasiat. Dalam pembagiannya mengacu pada KUHP perdata yang terdiri dari beberapa golongan:

1. Golongan I

Yang termasuk golongan ini adalah suami atau istri yang ditinggalkan, anak sah sekaligus keturunannya. 

2. Golongan II

Merupakan ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara.

3. Golongan III

Ahli waris yang terdiri dari nenek, kakek, serta saudara yang memiliki garis lurus ke atas. 

4. Golongan IV

Ahli waris yang merupakan saudara dalam garis ke samping. Contohnya, bibi, paman, saudara sepupu, sampai dengan derajat keenam. 

Dalam KUHP Perdata Pasal 838, menerangkan juga kategori orang yang tidak tepat menjadi ahli waris. Meskipun termasuk dalam salah satu empat golongan tadi, maka tetap tidak akan mendapat pembagian harta waris. 

Yang termasuk di dalamnya adalah:

Orang yang mendapat jatuhan hukuman karena membunuh atau merencanakan pembunuhan, dan orang yang meninggal adalah pewaris. 

Orang yang pernah mendapat jatuhan hukuman karena memfitnah pewaris dan melakukan kejahatan hingga mendapat hukuman penjara lima tahun atau lebih berat lagi. 

Orang yang telah menghalangi pewaris yang meninggal dengan kekerasan demi menarik kembali surat pembagian harta warisan. 

Orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan atau memalsukan wasiat pewaris yang telah meninggal. 

Menilik Perspektif Pembagian Warisan Menurut Islam

Ahli waris dalam ilmu Fiqih adalah orang yang punya tali persaudaraan dengan orang yang telah meninggal dunia, sehingga berhak mewarisi harta tersebut. 

Termasuk juga orang yang beberapa alasan lain, seperti disebutkan dalam surat wasiat dinyatakan berhak mewarisi harta. Namun, untuk ketentuan wasiat hanya boleh maksimal 1/3 harta warisan, kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. 

Menurut pasal 171 KHI, ahli waris adalah mereka yang beragama Islam sesuai yang tertera pada Kartu Identitas atau pengakuan, amalan, atau kesaksian. Jika ahli waris adalah bayi yang baru lahir atau anak belum dewasa, beragama sesuai ayahnya. 

KHI juga menjelaskan kelompok ahli waris dalam Islam, antara lain:

1. Sesuai Hubungan Darah 

Kelompok sesuai hubungan darah merupakan golongan laki-laki, yang termasuk adalah ayah, anak dan saudara laki-laki, paman, serta kakek. 

Selain itu untuk golongan perempuan adalah dari ibu, anak dan saudara perempuan, serta nenek. 

2. Sesuai Hubungan Perkawinan 

Ada juga golongan sesuai hubungan perkawinan yang merupakan duda maupun janda. 

Aturan Besaran Bagian Warisan dalam Islam  

Dalam aturan KHI juga menjelaskan besaran bagian untuk ahli waris, ketika ayah ibu meninggal, atau suami/ istri yang meninggal. Maka, pembagian besarannya adalah berikut:

1. Ahli Waris Anak 

Apabila pewaris memiliki anak tunggal perempuan, maka warisannya adalah setengah bagian (½). Pembagian harta warisan jika semua anak perempuan yang berjumlah dua atau lebih maka akan mendapatkan dua pertiga bagian (⅔). 

Apabila salah satunya adalah anak laki-laki, maka akan mendapat dua kali lipat dari anak perempuan. Artinya pembagiannya adalah 2:1. 

2. Ahli Waris Ayah 

Dalam kasus pewaris ternyata tidak memiliki anak, maka ayah akan mendapatkan sepertiga bagian (⅓). Namun, ayah akan mendapatkan seperenam (⅙) bagian jika pewaris memiliki anak. 

3. Ahli Waris Ibu 

Apabila pewaris tidak memiliki anak dan saudara lebih dari dua orang, maka ibu akan mendapatkan sepertiga bagian (⅓).

Tapi, jika pewaris memiliki anak atau dua saudara bahkan lebih, ibu akan mendapatkan seperenam bagian (⅙).

Ibu juga akan mendapatkan sepertiga (⅓) bagian dari sisa warisan yang telah diambil janda (istri) atau duda (suami) apabila bersama-sama dengan ayah.

4. Ahli Waris Duda 

Ketika pewaris tidak memiliki anak, maka duda bisa mendapatkan setengah bagian (½). Namun, jika terdapat anak, duda akan mendapatkan seperempat bagian (¼). 

5. Ahli Waris Janda 

Jika ahli waris adalah janda dan tidak memiliki anak, maka akan mendapatkan seperempat bagian (¼). Apabila terdapat anak, maka janda akan mendapatkan seperdelapan bagian (⅛).

Sangat penting untuk menghitung warisan menurut hukum Islam. Perlu adanya identifikasi semua ahli waris, mengklasifikasi total harta warisan, membaginya sesuai syariat, dan mempertimbangkan keberadaan ahli waris.

Dengan memahami pembagian harta warisan, Anda tentunya bisa lebih bijak untuk menangani masalah ini. Apalagi, jika sewaktu-waktu dalam keluarga memiliki permasalahan yang sama, sebaiknya tentukan dulu hukumnya sebagai acuan.
Bagaimana Hak Asuh Anak dalam Perceraian Ini Penjelasannya
May 16, 2025
Bagaimana Hak Asuh Anak dalam Perceraian? Ini Penjelasannya!
Hak asuh anak dalam perceraian sering menjadi perhatian dalam sidang. Kedua belah pihak yang bercerai seringkali berseteru untuk bisa mendapatkan hak asuh atas anak.
Namun, dari segi hukum, manakah dari suami dan istri yang paling berhak mengasuh anak? Bagaimana cara hakim memutuskan atas hak asuh anak dengan tepat?
Bagi Anda yang hendak bercerai atau sedang melangsungkan perceraian, tentu hak asuh anak selalu jadi perhatian. Supaya tidak salah dalam memahami hukum, sebaiknya cek dulu seperti apa ketentuannya.
Hukum Hak Asuh Anak dalam Perceraian di Indonesia
Perceraian di Indonesia dapat berlangsung di Pengadilan Agama jika kedua belah pihak menganut agama Islam. Satu lagi adalah perceraian melalui Pengadilan Negeri jika agama suami istri selain Islam.
Oleh karena itu, hak asuh anak di Pengadilan Negeri biasanya akan mengacu pada hukum negara. Pengadilan Agama akan menetapkan hak asuh anak dalam perceraian menurut hukum Islam.
Namun, tidak memungkiri juga jika Pengadilan Agama akan mempertimbangkan yang terbaik bagi Anda dengan memperhatikan kasus perceraiannya terlebih dahulu. Berikut ini dua macam hukum hak asuh anak yang ada di Indonesia:
1. Hukum Negara Hak Asuh Anak pada Kasus Perceraian
Semua pasangan yang bercerai selain agama Islam akan mengikuti hukum negara atas hak asuh anak. Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU 35/ 2014, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam kandungan.
Hak asuh orang tua juga tercatat dalam UU Perkawinan Pasal 45, yang bunyinya:
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Artinya, kedua orang tua memiliki kewajiban hak asuh atas anak-anaknya. Tetapi, ketika terjadi putusnya pernikahan, maka hak asuh anak dalam perceraian akan mengacu pada UU Perkawinan Pasal 41, yang bunyinya:
Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Sesuai dengan UU ini, kedua belah pihak memiliki kewajiban untuk mengasuh anak secara bersama dan mendidiknya. Tidak ada penjelasan mengenai hak asuh akan jatuh ke tangan siapa ketika terjadi perceraian.
Namun, hak asuh anak diperkuat dalam Putusan MA No. 102 K/Sip/1973, yang isinya, hak asuh anak jatuh ke tangan ibu kandung. Terutama jika anak masih kecil, kecuali terbukti ibu tidak wajar dalam memelihara anaknya.
Jadi, hak asuh anak dalam perceraian Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha dapat jatuh ke tangan ibunya. Selama anak berusia masih kecil dan memelihara dengan baik.
2. Hukum Islam Hak Asuh Anak dalam Kasus Perceraian
Dalam hak asuh anak dalam perceraian Islam, penjelasannya lebih spesifik. Hak asuh anak dalam Islam (hadhanah) merupakan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan dan belum tamyiz.
Apabila terjadi perceraian dari kedua orang tuanya, maka Pengadilan Agama akan memutuskan:
Anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun hak asuhnya adalah milik ibunya.
Anak yang sudah mumayyiz akan diserahkan kepada anak untuk memilih ayah atau ibu untuk memeliharanya.
Biaya pemeliharaan anak akan sepenuhnya ditanggung oleh ayahnya.
Itu artinya, ayah akan membiayai semua kebutuhan anaknya meskipun telah bercerai, hingga anak mencapai usia dewasa. Besaran biayanya akan diputuskan oleh Pengadilan Agama dengan melihat kemampuan ayahnya.
Pembagian Hak Asuh Anak sesuai Putusan Hakim
Apabila merujuk pada hukum hak asuh anak dalam perceraian, maka ibu adalah pemegang utamanya. Khususnya ketika anak masih kecil atau berusia di bawah 12 tahun.
Namun, hak asuh ini bisa saja berubah karena beberapa masalah. Untuk lebih memahami hak asuh anak dalam perceraian Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, berikut ini beberapa contoh pembagian yang kerap menjadi Putusan Hakim:
1. Hak Asuh Anak Usia 5 Tahun ke Bawah
Hak asuh anak bayi dalam perceraian atau balita biasanya hakim akan memutuskan untuk ibunya. Ayah akan menanggung seluruh biaya pemeliharaan anak tersebut.
Tapi, bukan berarti tidak ada pengecualian. Ayah bisa saja mendapatkan hak asuh ketika ibu berperilaku buruk kepada anaknya, masuk penjara, atau tidak bisa menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya.
Tentu saja, semua sebab ini perlu ada bukti sehingga hak asuh bisa jatuh ke tangan ayah.
2. Hak Asuh Anak saat Istri yang Meminta Bercerai
Meskipun istri yang meminta cerai, hak asuh anak yang berlaku akan menyesuaikan ketentuan hukum yang berlaku. Anak sebelum usia 12 tahun akan tetap menjadi tanggung jawab ibu dan ayah yang memberikan biaya pemeliharaan.
3. Apabila Pasangan Terbukti Selingkuh yang Diketahui Anak
Beda lagi jika dalam kasus perceraian, ada banyak bukti bahwa pasangan yang berselingkuh. Maka hak asuh anak bisa saja jatuh ke pasangan yang tidak selingkuh.
Misalnya, istri yang terbukti selingkuh, maka bisa jadi hak asuh anak jatuh ke suami maupun sebaliknya.
Bahan Pertimbangan Hakim saat Menetapkan Hak Asuh Anak
Setiap menangani kasus perceraian dan terdapat hak asuh anak di dalamnya, hakim akan mempertimbangkan banyak hal sebelum menetapkan putusan. Berikut ini faktor utama yang kerap menjadi pertimbangan:
1. Usia Anak
Sesuai dengan hukum yang berlaku, usia adalah faktor penting untuk menetapkan hak asuh anak. Anak yang masih berusia balita, sekolah dasar, atau yang belum mencapai 12 tahun akan diasuh oleh ibunya.
2. Kemampuan Ekonomi Orang Tua
Hakim akan melihat kembali kemampuan ekonomi orang tua masing-masing untuk bisa mengasuh anak. Selain bisa memenuhi kebutuhan materiil, orang tua juga harus bisa mengasuh dengan stabil dan penuh kasih sayang.
3. Keinginan Anak
Ketika anak sudah mencapai usia lebih dari 12 tahun atau 18 tahun, maka hakim akan menentukan hak asuh dengan mempertimbangkan keinginan anak. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap keputusan anak yang akan menjalani hidupnya.
4. Catatan Rekam Jejak Orang Tua
Faktor yang juga penting adalah rekam jejak dari orang tua anak. Apakah pernah menjadi pecandu narkoba, pernah melakukan tindakan kekerasan, atau perilaku lain yang menyimpang.
5. Lingkungan Tempat Tinggal Orang Tua
Apakah lingkungan tempat tinggal orang tua memungkinkan untuk anak tinggal, berkembang, dan bertumbuh juga jadi pertimbangan. Lingkungan ini harus bisa memberikan fasilitas pendidikan hingga kesehatan yang layak bagi anak.
Penetapan hak asuh anak dalam perceraian tidaklah mudah, apalagi jika orang tua memiliki riwayat pengasuhan yang buruk. Hakimlah yang akan sepenuhnya memutuskan dengan mempertimbangkan banyak faktor.

© 2022 JadiPaham. All Rights Reserved
Website by IKT
whatsapp