May 13, 2024
Perceraian yang dapat dikabulkan Perceraian yang dapat dikabulkan menurut hukum yang ada di Indonesia
Perceraian menjadi momen pahit dalam mengakhiri sebuah pernikahan. Di Indonesia, proses perceraian diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah upaya mediasi gagal untuk mendamaikan kedua belah pihak.
Pada dasarnya, dalam proses persidangan perceraian di Pengadilan, pasangan harus memenuhi sejumlah alasan yang diakui oleh hukum. Alasan-alasan tersebut haruslah meyakinkan hakim bahwa kehidupan rumah tangga yang rukun tidak lagi mungkin tercapai. Lalu, apa saja alasan perceraian yang diterima menurut peraturan perundang-undangan?
Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut UU Perkawinan, yakni:
• Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
• Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
• Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
• Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
• Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
• Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pandangan Hukum Islam terkait perceraian menurut Hukum Positif
Perceraian, sebagai langkah terakhir dalam menghadapi ketidakharmonisan dalam perkawinan, sering kali memunculkan pertanyaan tentang alasan yang diterima menurut hukum Islam. Dalam konteks ini, Kompilasi Hukum Islam menjadi pedoman yang penting dalam memahami perspektif Islam terhadap perceraian. Menurut Kompilasi Hukum Islam, perceraian dapat terjadi karena alasan:
• Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
• Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain, di luar kemampuannya;
• Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
• Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
• Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
• Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
• Suami melanggar taklik talak atau perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang;
• Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
perceraian merupakan proses yang harus di Pengadilan proses perceraian harus melalui persidangan di pengadilan, dimana harus ada alasan alasan bahwa kehidupan rumah tangga yang rukun tidak lagi mungkin tercapai.
Semoga bermanfaat.